Denpasar,locusdelictinews|Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Bali terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung penyusunan regulasi yang berkualitas dan harmonis di daerah. Salah satunya melalui keterlibatan aktif dalam Rapat Pembahasan Lanjutan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Bali tentang Keterbukaan Informasi Publik yang digelar di Ruang Rapat DPRD Provinsi Bali.
Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali, Nyoman Budi Utama, dan dihadiri oleh jajaran terkait, termasuk Kepala Bagian Perundang-undangan Provinsi Bali mewakili Kepala Biro Hukum, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Bali selaku pemrakarsa, perwakilan Komisi Informasi Provinsi Bali Adi Aryanta, serta JFT Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya Kanwil Kemenkum Bali, I Dewa Gde Agung Peradnyana.
Kehadiran perwakilan Kanwil Kemenkum Bali dalam rapat ini bertujuan memastikan setiap ketentuan dalam Raperda selaras dengan regulasi yang lebih tinggi dan tidak menimbulkan konflik hukum di kemudian hari.
Rapat kali ini memusatkan perhatian pada penyempurnaan beberapa pasal penting yang sebelumnya menjadi catatan dalam pembahasan terdahulu, khususnya pada Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup, serta usulan penambahan sanksi administratif maupun pidana.
Perwakilan Biro Hukum menegaskan bahwa dalam Ketentuan Peralihan wajib dicantumkan keberlanjutan peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Forum Koordinasi PPID (FKPPID), dan Komisi Informasi Provinsi. Hal ini untuk memastikan keberlangsungan tugas lembaga yang sudah ada sebelum Peraturan Daerah ini diundangkan.
Selain itu, pada Ketentuan Penutup, diusulkan agar Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelayanan Informasi Publik dan Dokumentasi tetap diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan Raperda yang baru. Tujuannya agar tidak terjadi kekosongan hukum selama masa transisi peraturan.
Dalam rapat tersebut, I Dewa Gde Agung Peradnyana dari Kanwil Kemenkum Bali memberikan masukan strategis terkait usulan penambahan sanksi.
Menurutnya, sanksi administratif dapat dimasukkan dalam Raperda, mengingat dalam Pasal 5 huruf (b) terdapat frasa “wajib” bagi pengguna informasi untuk mencantumkan sumber informasi yang diperoleh. Dengan demikian, sanksi administratif diperlukan untuk memperkuat kepatuhan pelaksanaan keterbukaan informasi publik.
Namun, ia menegaskan bahwa sanksi pidana tidak dapat ditambahkan.
“Raperda ini merupakan instrumen pemerintah daerah untuk mengatur pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Jika sanksi pidana dimasukkan, hal tersebut justru bisa menjadi bumerang atau ‘senjata makan tuan’ bagi pemerintah daerah sendiri,” ungkapnya.
Penjelasan ini diberikan agar regulasi yang dihasilkan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tetap memberikan perlindungan hukum yang proporsional bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Setelah mendengar penjelasan dari Kanwil Kemenkum Bali dan Biro Hukum, tenaga ahli DPRD Provinsi Bali memberikan tanggapan bahwa setiap penambahan sanksi harus dipertimbangkan secara matang. Ia menekankan bahwa sebagian besar ketentuan sanksi sudah diatur dalam undang-undang sehingga pengaturannya dalam Raperda tidak boleh menurunkan derajat atau bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi.
Kehadiran Kanwil Kemenkum Bali dalam pembahasan ini menegaskan perannya sebagai pengawal harmonisasi peraturan perundang-undangan di daerah. Dengan keterlibatan aktif sejak tahap pembahasan, diharapkan Raperda yang dihasilkan dapat memiliki kekuatan hukum yang jelas, mengakomodasi kepentingan publik, dan selaras dengan norma yang lebih tinggi.
Kanwil Kemenkum Bali berkomitmen untuk terus memberikan pendampingan teknis agar setiap peraturan daerah yang dibentuk tidak hanya sesuai dengan prosedur, tetapi juga selaras dengan kerangka hukum nasional.
((Ana)