BALI,locusdelictinews- (05/08/2024) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan peraturan keimigrasian. Hal ini dibuktikan dengan pendeportasian seorang Warga Negara Asing (WNA) di Bali berinisial AK (29), seorang pria berkebangsaan Pakistan sedang diperiksa oleh pihak imigrasi Indonesia terkait dugaan masuk ke wilayah Indonesia secara ilegal. AK, yang lahir di Lahore, Pakistan, tiba di Indonesia pada 10 Juni 2024 bersama pacarnya, ASW seorang wanita WNI.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menerangkan bahwa AK masuk ke Indonesia melalui jalur ilegal dari Malaysia ke Kalimantan tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, dengan membayar sebesar 10.000.000 rupiah untuk dua orang dan 23.700.000 rupiah untuk pengurusan visa. Ia berencana menikah dengan ASW dan menghabiskan waktu di Jakarta dan Jember sebelum akhirnya menetap di Bali.
Namun, selama berada di Indonesia, AK tidak memiliki izin tinggal resmi. Ia mengaku dijanjikan oleh pacarnya bahwa izin tinggalnya akan diurus dengan membayar sejumlah uang, namun hingga saat ini izin tersebut tidak pernah ada. AK juga tidak mengetahui siapa agen yang mengurus izin tinggalnya karena pacarnya selalu menghindar dengan alasan ditipu oleh agen tersebut hingga pacarnya pun tidak diketahui keberadaannya sampai saat ini.
Saat ditanya tentang aktivitasnya di Indonesia, AK mengaku tidak melakukan apapun karena tidak memiliki izin tinggal dan kehabisan uang. Ia tinggal di Jalan Uluwatu bersama keluarga jauh dari pacarnya. Ia juga menyatakan bahwa ia tidak pernah menghubungi Kedutaan Besar Pakistan terkait situasinya.
AK mengaku tidak mengetahui bahwa ia masuk ke Indonesia secara ilegal hingga tiba di negara ini. Meskipun merasa khawatir dan marah kepada pacarnya karena merasa dibohongi, AK tetap tinggal di Indonesia dengan bantuan keluarga pacarnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya pemahaman dan kepatuhan terhadap peraturan imigrasi bagi warga negara asing yang ingin masuk ke Indonesia. Pihak imigrasi Indonesia terus bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap orang yang masuk ke negara ini melakukannya secara legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menyadari permasalahan yang dialaminya, AK menyerahkan diri ke Kantor Imigrasi kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada Kamis, 18 Juli 2024.
Pada hari yang sama, Bidang Inteldakim Imigrasi Ngurah Rai meminta keterangan AK terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh dirinya. AK terbukti melanggar pasal 75 Undang-Undang Keimigrasian no 6 tahun 2011. Dalam pasal 75 disebutkan
“Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan”.ujarnya
Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) yang dikenakan kepada AK adalah berupa pendeportasian. Pada 23 Juli 2024 AK diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar untuk dapat diupayakan pendeportasian lebih lanjut. AK didetensi pada 23 Juli 2024 dan dengan upaya yang maksimal, AK dapat dideportasi ke negara asalnya.
Pada 5 Agustus 2024 AK telah dideportasi ke kampung halamannya, Lahore, Pakistan dengan dikawal ketat oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah diusulkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menerangkan bahwa kasus ini menjadi pengingat penting bagi para warga asing yang berada di Indonesia untuk selalu mematuhi aturan dan ketentuan yang berlaku terkait izin tinggal dan kegiatan yang diizinkan. Diharapkan pula Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Selain itu, keputusan penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutupnya.(Ma)