SURABAYA,locusdelictinews.Media Panjinusantara menggelar rapat perdana yang bertempat di Kantor Redaksi Jalan Raya Dupak Rukun 28 Surabaya, pada Sabtu (10/5/2025) dengan agenda utama membahas pemahaman Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan pentingnya penerapan etika jurnalistik dalam praktik pemberitaan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat kebersamaan serta memberikan edukasi kepada seluruh anggota Media Panjinusantara yang hadir pada acara tersebut.
Dalam sambutannya, Pimpinan Redaksi Panjinusantara, Rohi Nasikin, menyampaikan apresiasi atas kehadiran seluruh undangan dari berbagai biro.
Ia menekankan pentingnya kekompakan dan visi bersama untuk menghadirkan informasi publik yang akurat, berimbang, dan terpercaya.
“Alhamdulillah, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang tergabung dalam Media Panjinusantara atas kesediaannya meluangkan waktu untuk hadir dalam undangan perdana Redaksi ini. Saya pribadi sangat senang karena bisa kumpul guyub bersama rekan-rekan wartawan,” ungkapnya.
“Rapat ini menjadi momentum awal membangun kesadaran bersama tentang pentingnya menjaga kualitas pemberitaan dan mendukung fungsi media sebagai pilar keempat demokrasi,” ujar Rohi, Sabtu (10/05/2025).
Rapat tersebut dihadiri oleh Pimpinan Redaksi, Dewan Penasehat, Biro Hukum Panjinusantara, serta perwakilan wartawan dari biro Jombang, Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
*Tekankan Peran Strategis Wartawan dalam Menyampaikan Informasi Publik*
Pada kermpatan itu, Kepala Biro (Kabiro) wilayah Surabaya, Abdul Rahman, memaparkan tugas dan fungsi strategis profesi wartawan dalam rapat tersebut. Ia menegaskan bahwa wartawan memegang peran penting dalam proses penyampaian informasi kepada publik melalui berbagai platform media massa.
“Tugas utama wartawan adalah mengumpulkan, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi, dan internet,” ujar Abdul Rahman saat memberikan pengarahan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa fungsi wartawan tidak hanya berhenti pada penyampaian informasi, namun juga mencakup tanggung jawab sosial yang besar, seperti menjaga keseimbangan pemberitaan, melakukan fungsi kontrol terhadap pihak berwenang, serta memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
“Wartawan diwajibkan mematuhi Kode Etik Jurnalistik, sebagai pedoman etis dalam menjalankan profesi agar tetap bertanggung jawab dan berintegritas,” tegasnya.
Rahman, juga memaparkan bahwa wartawan memperoleh informasi melalui berbagai metode seperti wawancara, observasi lapangan, hingga riset mendalam. Informasi tersebut kemudian diolah menjadi berita yang akurat, menarik, dan bermanfaat bagi publik.
“Wartawan harus mampu menyampaikan informasi melalui berbagai format media, mulai dari tulisan, audio, video, hingga media sosial. Dan yang terpenting, wartawan wajib menjaga prinsip keseimbangan dan tidak berpihak,” tambahnya.
Dalam penutup pernyataannya, Abdul Rahman, menekankan pentingnya keberanian wartawan dalam mengungkap fakta dan membela kepentingan masyarakat, terutama mereka yang selama ini terpinggirkan.(Man)
*Media Harus Dikenal Luas Lewat Etika dan Hukum*
Biro Hukum Panjinusantara, H. Subaidi, S.E., S.H. turut memberikan pandangannya. Ia menekankan bahwa kekompakan tim dan komitmen terhadap hukum dan etika jurnalistik, merupakan kunci penting agar media ini dapat dikenal luas dan diterima oleh berbagai kalangan, termasuk instansi pemerintahan, aparat kepolisian, dan masyarakat umum.
“Saya berharap rekan-rekan bisa guyub, rukun, dan kompak. Insya Allah, Media Panjinusantara akan dikenal di seluruh jajaran pemerintahan, kepolisian, maupun masyarakat publik,” ujarnya dalam sambutan.
Lebih lanjut, ia menyatakan dukungan penuh terhadap kepemimpinan redaksi saat ini, dan berharap koordinasi antar anggota dapat terus ditingkatkan sebagai bentuk kekuatan kolektif dalam mengembangkan media.
“Saya sangat antusias dan mendukung penuh pimpinan redaksi Panjinusantara. Semoga media ini terus maju dan eksis. Intinya, saling menghargai dan menjaga koordinasi agar tetap solid sebagai satu kesatuan yang kuat,” imbuhnya.
*UU ITE Masih Jadi Ancaman Bagi Kebebasan Pers*
Menurut Habib Hamid, pasal-pasal dalam UU ITE seperti Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian kerap digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis.
Meskipun UU tersebut telah mengalami revisi, beberapa ketentuan masih dianggap sebagai “pasal karet” yang dapat membungkam kebebasan pers.
“UU ITE harus dipahami secara bijak. Dewan Pers dan organisasi media harus terus mendorong perlindungan hukum bagi jurnalis agar mereka dapat bekerja tanpa rasa takut,” tegasnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa penting bagi setiap wartawan untuk menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, memastikan berita yang disajikan berdasarkan fakta, tidak tendensius, dan tidak menyesatkan publik
(Red)