Trenggalek,locusdelictinews| Sebuah dugaan serius mencuat terkait penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT) di Kabupaten Trenggalek. Indikasi adanya praktik ilegal ini mengarah pada kerja sama antara Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Jawa Timur dan Dinas Perhubungan (Dishub) Trenggalek, yang diduga membentuk sindikat pengurusan SRUT di luar prosedur resmi.
Dugaan praktik ilegal ini berawal dari temuan sebuah tempat usaha karoseri di Kelurahan Surodakan, yang diduga hanya menjadi kedok untuk mempermudah pengurusan SRUT. Meski memiliki papan nama, warga sekitar menegaskan bahwa tempat tersebut tidak memiliki aktivitas produksi kendaraan.
Ketua RT 26/RW 08, Pak Koko, yang mengenal kondisi lingkungan sekitar, mengaku bingung dengan keberadaan tempat usaha tersebut.
“Apa itu karoseri? Tidak ada. Saya RT-nya, Pak Koko. Itu memproduksi box juga tidak ada. Apalagi CV, tidak ada. Alamatnya tidak jelas, apalagi soal las. Itu tukang las sebelah sana saja baru berdiri,” ungkapnya, pada Jum’at yang lalu (28/02/2025).
Menurutnya, tempat itu baru berdiri sekitar enam bulan lalu, tetapi hingga kini tidak terlihat ada kegiatan industri karoseri.
“Yang punya katanya pegawai Dishub, tapi yang menempati ayahnya yang pensiunan polisi. Tapi saya tidak tahu soal box-box karoseri itu. Tidak pernah ada mobil, cuma ada tulisan saja. Memang ada tanah kosong yang ditulisi begitu saja, tujuannya apa saya juga gak tahu,” lanjutnya.
Seorang warga lainnya juga membenarkan bahwa tidak pernah ada kendaraan atau aktivitas industri karoseri di lokasi tersebut.
“Kalau tukang ban di sini ada, tapi kalau karoseri, saya gak pernah lihat ada kegiatan,” katanya.
Menanggapi hal ini, Plt Sekretaris Dinas Perhubungan Trenggalek, Mahendra, menegaskan bahwa pengujian kendaraan bermotor harus mengikuti regulasi yang berlaku. Namun, saat ditanya mengenai adanya kerja sama antara Dishub dengan CV Sidomulyo Barokah Abadi, ia mengaku belum mengetahui kesepakatan resmi.
“Setahu saya, belum ada kerja sama antara Dishub dengan karoseri tersebut. Tapi karena ini teknis, saya akan tanyakan dulu ke UPT yang berwenang,” ujar Mahendra.
Ia juga menegaskan bahwa tugas utama Uji Kir adalah melakukan pengujian kendaraan secara berkala, bukan menangani permohonan SRUT.
“Kalau pengecekan atau pengukuran di UPT itu menyalahi aturan atau tidak, saya belum tahu. Ini kembali ke regulasi. Kalau tidak ada aturannya, berarti tidak boleh. Saya sudah 4 tahun di sini, tapi belum tahu soal itu,” tambahnya.
Kepala UPT Uji Kir Trenggalek, Hedrawan Dwi, menjelaskan bahwa SRUT dan Uji Kir adalah dua proses yang berbeda.
“SRUT itu dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan, sementara Karoseri yang mengajukan ke Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD). Sedangkan Uji Kir adalah pengujian berkala kendaraan yang sudah beroperasi,” jelasnya.
Menurutnya, SRUT hanya bisa diperiksa setelah terbit, bukan sebelum terbit.
“Kalau tidak ada SRUT, kita sarankan melengkapi dulu. Karena untuk proses pengujian berkala, SRUT adalah salah satu persyaratannya,” tegasnya.
Namun, fakta mengejutkan muncul ketika UPT Uji Kir Trenggalek ternyata pernah melakukan pengujian kendaraan yang belum memiliki SRUT.
“Waktu itu ada permohonan pindah lokasi pemeriksaan karena situasi yang tidak memungkinkan. Pak Kadishub memberikan izin dengan catatan tidak mengganggu pelayanan di tempat Uji Kir,” katanya.
Pengakuan ini justru memunculkan pertanyaan besar: apakah izin tersebut sah secara regulasi? Jika tidak, maka bisa saja ada praktik penyalahgunaan kewenangan di balik penerbitan SRUT ini.
Sejumlah indikasi mengarah pada adanya sindikat yang bekerja secara terstruktur dan masif dalam pengurusan SRUT di Trenggalek, hasil investigasi pada hari Jum’at, tanggal 28 Februari 2025;
1. Adanya Karoseri Fiktif.
Tempat usaha karoseri di Kelurahan Surodakan tidak memiliki aktivitas produksi.
Warga sekitar tidak pernah melihat kendaraan atau kegiatan industri.
2. Dugaan Keterlibatan Oknum Dishub & BPTD.
Adanya izin dari Kadishub untuk pengujian kendaraan di lokasi yang bukan tempat resmi.
Dugaan kerja sama dengan BPTD dalam pengurusan SRUT di luar prosedur resmi.
3. Pengujian Kendaraan Sebelum SRUT Terbit.
Kepala UPT Uji Kir mengakui, bahwa mereka pernah melakukan pengujian kendaraan yang belum memiliki SRUT, meskipun seharusnya SRUT terbit lebih dulu.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka bukan hanya pelanggaran administrasi yang terjadi, tetapi juga penyalahgunaan wewenang yang dapat berdampak luas, termasuk potensi kendaraan tidak laik jalan lolos uji.
Kasus ini harus menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang, termasuk Kementerian Perhubungan dan aparat penegak hukum. Jika benar ada sindikat yang bermain dalam pengurusan SRUT, maka harus ada langkah hukum yang tegas agar tidak berujung pada praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Masyarakat kini menunggu kejelasan dan ketegasan dari pihak terkait untuk menindaklanjuti dugaan sindikat ini.
(TIM)