Surabaya, locusdelictinews|Dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam pelayanan publik kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Jawa Timur yang diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, terdapat indikasi kolaborasi antara pihak BPTD Kelas II Jawa Timur dengan salah satu karoseri, yakni CV Sidomulyo Barokah Abadi, dalam proses penerbitan SRUT yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Dugaan ini semakin kuat setelah ditemukannya fakta bahwa pemeriksaan kendaraan untuk SRUT dilakukan di tempat Uji Kir Trenggalek, bukan di workshop karoseri sebagaimana seharusnya.
Menurut regulasi yang berlaku, pemeriksaan kendaraan untuk penerbitan SRUT seharusnya dilakukan di workshop karoseri tempat kendaraan dirakit dan dimodifikasi, bukan di lokasi uji kir daerah. Namun, dalam kasus ini, petugas dari BPTD Kelas II Jawa Timur diduga melakukan pemeriksaan kendaraan di tempat Uji Kir Trenggalek.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan:
1. Mengapa pemeriksaan kendaraan tidak dilakukan di workshop karoseri?
2. Apakah diperbolehkan melakukan cek kendaraan untuk SRUT di tempat Uji Kir?
3. Apakah tindakan ini termasuk penyalahgunaan wewenang, dan apa sanksinya?
4. Apakah penggunaan fasilitas negara dalam proses ini berpotensi merugikan negara?
SRUT yang diterbitkan dalam dugaan penyalahgunaan ini mencakup beberapa nomor sertifikat, antara lain:
–Â 557961/XI/SRUT-596/DJPD-SPD/11/2024,
–Â 562683/XI/SRUT-596/DJPD-SPD/12/2024,
–Â 557962/XI/SRUT-596/DJPD-SPD/11/2024.
Ketiga sertifikat ini diterbitkan atas nama CV Sidomulyo Barokah Abadi yang beralamat di Jl Kanjeng Jimat RT 26/RW 08, Kelurahan Surodakan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Untuk mendapatkan klarifikasi terkait dugaan ini, Pemimpin Redaksi Media Locus Delicti News mendatangi kantor BPTD Kelas II Jawa Timur di Jl Menanggal MGE No 12, Gayungan, Surabaya, pada Rabu (26/02/2025) sekitar pukul 09:38 WIB.
Namun, upaya konfirmasi menemui jalan buntu. Kepala Balai Dr. Muiz Thohir, S.T., M.T. sedang berada di luar kota, sementara bagian Humas juga sedang libur. Tim media hanya diterima oleh tiga petugas dari Tim SRUT, yang tidak bisa memberikan pernyataan apa pun. Mereka hanya menyarankan agar pengaduan dilakukan melalui hotline resmi di 0857-4527-8561.
Terdapat beberapa dugaan pelanggaran dalam kasus ini, antara lain:
–Â Kolaborasi antara Kabalai BPTD Jatim dengan Kepala Uji Kir Trenggalek dalam penerbitan SRUT,
–Â Penyalahgunaan wewenang oleh petugas BPTD,
–Â Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pihak tertentu,
–Â Potensi kerugian negara akibat penyimpangan prosedur.
– Indikasi permainan antara petugas pemeriksa SRUT dan petugas Uji Kir.
Selain itu, muncul pertanyaan lain terkait legalitas uji kir kendaraan dengan Plat B (Jakarta) di Trenggalek (Jawa Timur). Apakah ada keistimewaan tertentu, sehingga kendaraan dengan Plat B bisa diuji di daerah yang berbeda dari domisili kendaraannya? Apakah CV Sidomulyo Barokah Abadi mendapatkan pengecualian khusus untuk melakukan pemeriksaan kendaraan di tempat Uji Kir, bukan di workshop karoseri sebagaimana mestinya?
Kasus ini menjadi perhatian serius, karena menyangkut integritas pelayanan publik di sektor transportasi. Jika dugaan ini terbukti, maka tindakan tegas harus diambil terhadap pihak-pihak yang terlibat demi menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan SRUT.
Tim investigasi Media ini akan terus menelusuri perkembangan kasus ini dan mengupayakan konfirmasi lebih lanjut dari pihak terkait. Masyarakat yang memiliki informasi tambahan dapat menghubungi redaksi atau pihak berwenang agar permasalahan ini mendapat penanganan sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu, Kabalai BPTD Kelas II Jawa Timur DR Muiz Thohir, S.T., M.T., ketika dikonfirmasi via WhatsApp menyampaikan, Tim Pemeriksaan Fisik Rancang Bangun untuk penerbitan SRUT dari BPTD bertugas untuk memastikan bahwa kendaraan yang dimohonkan oleh Karoseri sesuai dengan SKRB (Surat Keputusan Rancang Bangun).
“Untuk teknis pelaksanaan sesuai dengan tempat yang disediakan oleh pihak Karoseri dan yang pasti tempat tersebut memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan kendaraan yg dimohonkan. Bisa di workshop milik karoseri atau tempat lainnya dan itu menjadi urusan karoseri pemohon. Di Jawa Tengah misalnya, pemeriksaan dilakukan di Jembatan Timbang. Di BPTD Bali juga pernah dilakukan di Terminal Tipe A Mengwi, intinya selain pada workshop karoseri dapat juga di tempat-tempat lain yang memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan kendaraan yang dimohonkan,” tulisnya singkat kepada media ini.
Disisi lain, menurut para pakar hukum, dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan dalam penerbitan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) di BPTD Kelas II Jawa Timur, ada beberapa undang-undang dan pasal yang bisa menjadi dasar hukum untuk menilai potensi pelanggaran yang terjadi.
1. Penyalahgunaan Wewenang (Abuse of Power) – Pasal 3 UU Tipikor.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, menyebutkan:
Pasal 3:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”
Jika terbukti ada penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat BPTD dalam menerbitkan SRUT yang tidak sesuai prosedur dan berpotensi merugikan negara, maka dapat dijerat dengan pasal ini.
2. Dugaan Kolusi dan Nepotisme – Pasal 5 dan 12 UU Tipikor.
Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor:
“Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp250.000.000.”
Pasal 12 huruf e UU Tipikor:
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.”
Jika ada dugaan “kerjasama” antara pihak BPTD dan karoseri tertentu untuk memperlancar penerbitan SRUT di luar prosedur yang berlaku, maka ini bisa masuk dalam kategori kolusi dan melanggar pasal di atas.
3. Dugaan Gratifikasi – Pasal 12B UU Tipikor
“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya.”
Jika dalam penerbitan SRUT ada indikasi pemberian “imbalan” kepada pejabat atau petugas BPTD agar proses berjalan lebih cepat atau lebih mudah, maka ini bisa dikategorikan sebagai gratifikasi yang melanggar hukum.
4. Penyalahgunaan Fasilitas Negara – UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 50:
“Setiap pejabat yang dengan sengaja menyalahgunakan barang milik negara sehingga mengakibatkan kerugian negara, dapat dikenakan sanksi pidana atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Jika petugas BPTD menggunakan fasilitas negara (misalnya kendaraan dinas, alat uji kir, atau lokasi pengujian) untuk kepentingan di luar prosedur resmi, maka ini bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan aset negara yang berpotensi merugikan keuangan negara.
5. Maladministrasi dan Pelanggaran Administratif – UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan, ada juga pelanggaran administratif yang bisa dikenakan terhadap pejabat atau petugas yang menyalahgunakan wewenang:
Pasal 17:
“Pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.”
Pasal 18:
“Penyalahgunaan wewenang meliputi:
a. melampaui wewenang;
b. mencampuradukkan wewenang; dan/atau
c. bertindak sewenang-wenang.”
Jika terbukti ada pelanggaran administratif dalam penerbitan SRUT, maka pejabat terkait dapat dikenai sanksi pemberhentian, teguran keras, atau sanksi disiplin lainnya sesuai ketentuan kepegawaian.
Jika dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SRUT di BPTD Kelas II Jawa Timur terbukti, maka ada beberapa pelanggaran hukum yang bisa dikenakan, di antaranya:
1. Penyalahgunaan wewenang (Pasal 3 UU Tipikor),
2. Kolusi dan nepotisme dalam penerbitan SRUT (Pasal 5 & 12 UU Tipikor),
3. Dugaan gratifikasi atau suap (Pasal 12B UU Tipikor),
4. Penyalahgunaan fasilitas negara (Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara),
5. Maladministrasi dalam proses pelayanan publik (UU Administrasi Pemerintahan).
Diharapkan Kasus ini perlu penyelidikan lebih lanjut oleh KPK, Kejaksaan, atau Inspektorat Kementerian Perhubungan untuk memastikan apakah ada unsur tindak pidana korupsi atau hanya pelanggaran administratif yang perlu ditindaklanjuti dengan sanksi internal.Tim.
(Bersambung)